JAKARTA| MIMBARRAKYAT.CO.ID – Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pulau Taliabu Nomor Urut 02, Citra Puspasari Mus dan La Utu Ahmadi mengajukan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pulau Taliabu Nomor 188 Tahun 2024, tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pulau Taliabu Tahun 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Perolehan suara setiap pasangan calon, yakni Paslon Nomor Urut 01, Sashabila Widya L Mus-La O de Yasir (Pihak Terkait) mendapatkan 14.769 suara, Paslon Nomor Urut 02, Citra Puspita Sari dan La Utu Ahmadi mendapatkan 13.546 suara, dan Paslon Nomor Urut 03, Abidin Jaaba-Dedy Mirzan mendapatkan 6.438 suara.

Berdasarkan perolehan suara tersebut, Pemohon menemukan ada banyak pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama dan/atau berbeda dan ada pula pemilih yang tidak berhak memilih tetap menggunakan hak pilihnya di TPS-TPS.

“Pemohon memang melampaui ambang batas, namun selisih suara ini hanya 1.123 suara dan diduga pelanggaran terjadi di 15 TPS dengan jumlah DPT 6.290 pemilih. Sehingga sangat signifikan mempengaruhi perolehan suara masing-masing Paslon dan apabila di 15 TPS tersebut dilaksanakan PSU, dapat dipastikan perolehan suara berubah dan mungkin Pemohon dapat jadi pemenang dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pulau Taliabu Tahun 2024. Maka cukup beralasan bagi Mahkamah agar menunda pemberlakuan ketentuan ambang batas Pasal 158 UU 10/2016,” jelas Wakil dari Ruang Sidang Pleno MK.

Pelanggaran lainnya berupa dugaan politik uang yang dilakukan Paslon Nomor Urut 02. Usai sidang, kuasa hukum pihak Terkait (Paslon nomor urut 01), Arsi Divinubun, S.H, M.H mengatakan, pada saat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pulau Taliabu pada 27 November 2024 tidak ada keberatan dari saksi-saksi, baik dari Paslon nomor urut 1,2,3, maupun laporan pelanggaran dari panitia pengawas.

Kemudian, dari TPS-TPS diteruskan ke tingkat kecamatan pada 3 Desember 2024. Semua jelas, tidak ada yang keberatan. Semua di tingkat TPS ada tanda tangan C Hasil.

Menjadi persoalan adalah ada rekomendasi setelah selesai penetapan hasil di tingkat kabupaten. Pertama, penetapan di kabupaten itu pada Jumat 6 Desember 2024, sekitar pukul 14.00 WIB selesai, tapi diulur sampai ke pukul 00.10 WIB hari Sabtu, 7 Desember 2024, sehingga Surat Keputusan Hasil dan Berita Acara berbeda.

“Oke, kami tetap menerima itu karena posisi sebagai pemenang. Kemudian, yang menjadi masalah rekomendasi dari Bawaslu itu ada 12 item. Rekomendasi itu dibuat setelah semua sudah selesai, baru diminta mengambil data-data di masyarakat dan membuat kajian, lalu dijadikan sebagai bahan rekomendasi. Ini jadi masalah. Rekomendasi itu dikirim dari Bawaslu Kabupaten Pulau Taliabu ke KPU, “ungkapnya.

Surat pengantar dari Bawaslu itu tertanggal 20 Desember 2024. Ini jadi masalah. Pada 20 Desember 2024, posisi kasus itu sudah berproses di MK.

“Ini rekomendasi berdasarkan aturan yang mana ?. Maka kami meminta MK harus teliti melihat rekomendasi yang seperti begini. Ini kan merugikan Paslon yang lain juga. Ya, sudah, karena hari ini dinyatakan masih berlanjut di dalam proses, ya kami tetap hadirkan bukti-bukti dan saksi, “sebutnya.

“Hari ini, Jumat (14/02/2025) akan dilakukan sidang pemeriksaan saksi ahli. Rencananya ada dua ahli yang akan kami ajukan. Yang sudah fix adalah satu ahli dari Unhair Malut, pernah menjabat sebagai Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara dan dia doktor, “sambungnya.

Mungkin karena kemarin ini, MK tak mengajak Bawaslu masuk dalam Bimtek. “Kalau mereka dimasukan ke dalam Bimtek, saya rasa tidak kacau seperti ini. Saya ada pegang beberapa daerah. Rata-rata saya melihat masalahnya Bawaslu-nya mirip begini, sehingga menurut saya MK harus ikut sertakan Bawaslu di dalam Bimtek,”akunnya.

Harapan sebagai kuasa hukum. Pertama, terkait dengan apa yang sudah digariskan dalam aturan seharusnya tidak boleh salah. Misalnya surat keterangan tentang syarat calon itu sangat fundamental. MK harus memberi perhatian serius terhadap hal seperti ini.

Kedua, rekomendasi Bawaslu yang hari ini kita lihat semua hampir mirip, MK hanya melihat banyaknya rekomendasi untuk masuk ke perkara lebih mendetail lagi. Sehingga keputusan yang akan keluar itu benar-benar keputusan yang memiliki kekuatan yang mengikat.(MCN.com/Red)