MEDAN | MIMBARRAKYAT.CO.ID – Program Restorative Justice (Prestice) yang diterapkan Gubernur Bobby Nasution terkait perkara guru di Kutalimbaru, mendapat respon positif kalangan hukum.

Langkah progresif itu sekaligus menandai penerapan hukum pidana modern di Sumatera Utara. Advokat dan pemerhati hukum Ranto Sibarani, S.H., M.H menilai langkah Bobby menetapkan Restorative Justice di kasus guru Vs ortu tersebut merupakan langkah progresif yang menandai penerapan hukum pidana modern di daerah.

“Dengan program kolaboratifnya yang mengutamakan pemulihan hubungan sosial masyarakat, Gubsu Bobby sedang mengaplikasikan teori hukum pidana modern,” ujar Ranto, Sabtu (1/11/2025).

Menurut Ranto, pendekatan ini sejalan dengan pemikiran Jeremy Bentham, filsuf dan ahli hukum asal Inggris, yang menegaskan bahwa tujuan hukum adalah mencegah kejahatan serta menghadirkan kebahagiaan terbesar bagi masyarakat.

Untuk itu, Ranto mendorong agar Pemprov Sumut memperkuat program tersebut melalui kerjasama formal dengan Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

“Kerja sama ini penting agar prinsip Restorative Justice menjadi panduan bersama dalam penyelesaian konflik masyarakat. Semangat penegakan hukum bukan lagi soal memenjarakan, tetapi mencegah dan menyadarkan masyarakat demi ketertiban hukum,” jelasnya.

Ranto juga menekankan pentingnya penerapan Restorative Justice di dunia pendidikan, terutama saat terjadi konflik antara guru dengan orangtua siswa.

“Jika kasusnya bersifat pembinaan tanpa niat jahat (mens rea), maka sebaiknya diselesaikan secara internal. Tapi bila terbukti ada unsur kesengajaan, barulah direkomendasikan ke penegak hukum,” tegasnya.

Terpisah, Alumni Magister Hukum Universitas Nasional Jakarta, Ridho Alamsyah, S.H., M.H juga turut angkat bicara.

Ridho menilai langkah Gubsu Bobby turun langsung menyelesaikan kasus antara guru dan orang tua siswa di Kutalimbaru merupakan contoh nyata penerapan hukum yang humanis.

“Pendekatan restorative justice adalah bentuk keadilan substantif. Hukum hadir untuk mendamaikan, bukan memperuncing konflik. Langkah Pak Gubernur turun langsung menjadi teladan bahwa negara hadir melindungi pendidik dan memulihkan harmoni sosial,” ujar Ridho.

Ridho menjelaskan, langkah tersebut memiliki dasar hukum kuat. Di antaranya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, yang menegaskan kewajiban pemerintah daerah memberikan perlindungan hukum kepada tenaga pendidik.

“Secara hukum, tindakan Gubernur melindungi guru honorer adalah implementasi kewajiban konstitusional. Guru tidak boleh dibiarkan menghadapi tekanan sosial dan hukum seorang diri,” imbuhnya.

Ia juga mendorong agar kebijakan Restorative Justice dijadikan program berkelanjutan melalui pembentukan tim lintas lembaga serta regulasi dan sosialisasi yang menyeluruh.

“Jika dikawal serius, Sumatera Utara bisa menjadi provinsi pelopor penyelesaian konflik sosial berbasis Restorative Justice di Indonesia. Dan Melindungi guru berarti melindungi masa depan anak bangsa,” tutup Ridho.

Diketahui, guru honorer di Kutalimbaru, Deliserdang Sumut bernama Sopian, dilaporkan orangtua siswa ke polisi. Dia dilaporkan karena melerai dua orang siswa berkelahi.

Bahkan Sopian sempat dikeroyok oleh orangtua siswa. Sopian juga melaporkan kasusnya ke polisi.

Gubsu Bobby Nasution mendorong agar kasus tersebut diselesaikan dengan damai tanpa berkelanjutan. Guru tersebut pun diharapkan untuk terus bisa mengajar dan mendidik kembali di sekolahnya. (****)