
TALIABU | MIMBARRAKYAT.CO.ID – Komunitas Tranparansi Pemilu (Transpemilu) menilai keputusan Bawaslu Taliabu dan Bawaslu Maluku Utara (Malut) yang menghentikan laporan dugaan money politik yang dilakukan Calon bupati (Cabup) Citra Puspasari Mus (CPM) bersama Bupati Kepulauan Sula, Fifian Adeningsi Mus pertengahan Maret 2025 lalu karena dinilai tidak memenuhi unsur money politics merupakan tindakan yang patut diduga tidak professional dan mengabaikan independensi.
“Bawaslu Taliabu patut diduga tidak professional, mengabaikan independensi. Bahkan, sikap Bawaslu ini boleh dianggap berperan ganda dan “masuk angin”, “tandas Ketua Transpemilu, Muhammad Akbar saat dimintai wartawan tanggapannya, Jumat (04/04/2025).
Menurutnya, pernyataan Ketua Bawaslu Propinsi Maluku Utara, Masita Nawawi Gani mengatakan laporan yang diregistrasi oleh Bawaslu Pulau Taliabu Nomor 001/REG/LP/PB/Kab/33.10/III/2025 tentang dugaan money politik tidak memenuhi unsur, adalah sikap yang tidak dapat dibenarkan.
“Ini adalah hal yang sangat lucu, bahwa pernyataan Ketua Bawaslu Pulau Taliabu yang telah memastikan laporan terpenuhi syarat materil dan syarat formil, kemudian berubah saat pembahasan tahap kedua. Sementara fakta dan bukti ada, bahkan informasi dugaan ini sudah beredar luas ke masyarakat,” terang Muhammad Akbar.
Transpemilu menilai peran pengawasan Bawaslu lemah dan atau sengaja dilemahkan. Dalam penyelidikannya, Bawaslu tidak boleh terpaku pada statemen terperiksa.
Sebab fungsi penyelidikan lebih focus pada mengungkap fakta dan temuan seputar dugaan yang sudah jadi rahasia umum tersebut.
“Kami menduga sikap ambigu Bawaslu ini makin membuka ruang opini bahwa Bawaslu tidak independent dengan sikapnya. Ini bisa berbahaya, dan merusak system pengawasan pemilu, yang otoritasnya berada pada Bawaslu,” ujar Muhammad Akbar.
Melihat fakta pemberitaan media terkait pengawasan Bawaslu Maluku Utara dan Bawaslu Taliabu, dimana aktifitas orang dari luar daerah, Bupati Kepulauan Sula dan sejumlah pimpinan OPD (ASN) di lokasi PSU Kabupaten Pulau Taliabu yang luput dari pengawasan Bawaslu adalah hal yang mencurigakan.
“Bahkan kami juga mendapat informasi dan data soal dugaan arogansi Bupati Kepulauan Sula yang menghalangi kerja-kerja Panwas di Desa Bapenu. Bupati juga dengan bangga mengatakan dirinya yang mengangkat Bawaslu. Nah, mengapa institusi seperti Bawaslu tidak memperkarakan ini,” tanya aktifis Pemilu ini.
Muhammad Akbar juga berkelakar, jangan-jangan Bawaslu takut Bupati Kepulauan Sula, Fifian ?. Pasalnya, menjelang PSU Pulau Taliabu, kehadiran Bupati Kepulauan Sula dan sejumlah ASN yang terdiri dari para oknum pimpinan OPD luput dari pengawasan Bawaslu.
“Bawaslu seolah tutup mata. Kami sedang mengumpulkan data untuk melaporkan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Negara sebagai dugaan pelanggaran etik,” papar Muhammad Akbar.
Terkait men-DKPP-kan Bawaslu, Muhammad Akbar mengaku telah berkomunikasi dengan relawan di Pulau Taliabu untuk mengkonfirmasi data dan sejumlah bukti.
“Kami akan mengkaji data dan bukti, termasuk keterlibatan ASN untuk diproses sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” janji Muhammad Akbar.
Soal laporan keterlibatan Bupati dan ASN Sula ke Bawaslu Pulau Taliabu dan Bawaslu Maluku Utara, Muhammad Akbar bilang tidak perlu. Karena tidak akan diproses oleh Bawaslu karena sejumlah alasan.
Makanya laporan harus dialamatkan ke Bawaslu RI sebelum tenggat waktu berakhir. Juga ke DKPP sebagai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh para komisioner Bawaslu kabupaten dan propinsi. (Bumay)